Ibadah #5: KASIH YANG BERKOMPROMI ATAU KEKERASAN HATI YANG PENUH KONFLIK

Silahkan membagikan pemikiran, artikel, pengalaman pribadi, ajaran Firman Tuhan, dsb di forum ini. Forum ini juga terbuka untuk dibaca pendatang yang tidak medaftarkan diri sehingga penulis juga bisa membagikan tautan (link) tulisannya di forum ini ke WAG atau media lainnya.
Avatar pengguna
Pujihasana
Post: 23
Bergabung: 23 Jul 2022 18:55

Ibadah #5: KASIH YANG BERKOMPROMI ATAU KEKERASAN HATI YANG PENUH KONFLIK

Post oleh Pujihasana »

Disclaimer: Tulisan ini adalah opini saya, dari pemikiran pribadi. Terbuka untuk dikritisi karena saya juga tidak berani mengklaim apa yang saya tulis di sini mutlak benar.

Tulisan ini juga adalah sambungan dari tulisan di artikel lain
Ibadah #4: BERDASARKAN KARUNIA ATAU KEPENTINGAN

Manusia adalah makhluk yang sangat subyektif, apa yang disukai dan tidak disukai di suatu waktu bisa berubah pula dalam waktu berbeda, berubah pula dalam kondisi dan pemahaman yang berbeda. Selera akan warna ibadah, juga dipengaruhi kondisi sosial dan pemahaman dalam cara memandang akan ibadah. Jika selera dan penilaian adalah subyektif, dan bisa berubah dari waktu ke waktu, tentu selera akan warna dan gaya ibadah juga tidak seharusnya menjadi belenggu sebuah gereja untuk berkembang dan mencari apa yang terbaik buat jemaatnya.

Apabila jemaat paham bahwa ibadah bukan soal warna dan gaya, apabila jemaat cukup dewasa untuk memahami bahwa hati yang menyembah tidak akan terpengaruh oleh hal-hal tersebut. Maka warna dan gaya ibadah tidak menjadi penting untuk diperdebatkan dan bisa menjadi ruang yang cukup besar untuk memfasilitasi karunia-karunia pelayanan jemaat.

Tentu dalam hal implementasinya, kondisi ideal “jemaat yang dewasa” tersebut tidak selalu ada dan mudah untuk diciptakan. Dengan demikian yang perlu lebih dahulu menjadi dewasa adalah para pemimpin gerejanya. Tanpa kedewasaan pemimpin gereja dalam memandang suatu masalah di dalam gereja, jemaat yang lain juga tidak akan pernah bertumbuh menjadi dewasa dalam masalah tersebut. Pemimpin sangat menentukan kultur dan budaya yang dipimpinnya.

Kompromi adalah bentuk kedewasaan yang sangat penting dalam sebuah kesatuan gereja terutama dalam manajemen konflik. Kompromi juga adalah hal yang sangat penting ketika sebuah warna dan gaya ibadah dicoba untuk diimplementasikan. Karena apabila pemimpin gereja sudah mengadopsi karunia-karunia pelayanan di dalam ibadah, tetapi di satu sisi jemaat justru masih juga belum siap akan perubahan, conflict of interest tetap tidak bisa dihindari.

Manusia tidak di-design untuk bisa dengan mudah dan cepat beradaptasi dengan lingkungan. Proses adaptasi selalu membutuhkan proses dan waktu. Ketika jemaat tertentu tidak bisa merasa nyaman dengan gaya-gaya ibadah tertentu, harus dipahami bahwa itu adalah hal yang sangat normal dan lumrah. Meskipun penting sebagai pemimpin gereja melakukan pembinaan dan memberikan pemahaman kepada jemaat bahwa ibadah bukanlah tentang gaya. Tetapi memahami ketidaknyamanan jemaat ketika beribadah juga tidak kalah pentingnya. Karena salah satu tugas pemimpin-pemimpin gereja yang melayani adalah membantu jemaat menemukan dan mengalami Tuhan di dalam ibadah.

Seorang pemimpin gereja secara umum dan pemimpin ibadah secara khusus harus bisa melihat dengan bijak apa yang terjadi di dalam jemaatnya. Suatu ajakan atau encouragement untuk melakukan sesuatu seperti mengangkat tangan atau bertepuk tangan adalah baik untuk dilakukan. Tindakan seperti itu akan menggugah dan memberi pengalaman ibadah yang berbeda dan sesuatu yang berbeda akan lebih memberi kesan dibanding sesuatu yang sudah monoton dilakukan dengan cara yang sama. Tetapi ketika ajakan-ajakan itu tidak terlalu mendapatkan respon, maka sebaliknya pula perlu dievaluasi apakah jemaat sudah siap? Apakah musiknya memang mendukung untuk jemaat sama-sama ikut tepuk tangan? Bagaimana jemaat bisa bertepuk tangan kalau alat musik tidak mendukung ritme? Atau apakah jemaatnya memang tidak suka tepuk tangan dan masih dalam pengaruh pemahaman primitif bahwa tepuk tangan di dalam ibadah adalah sesuatu yang tidak hormat?

Warna dan gaya ibadah sekali lagi tidak seharusnya menjadi penghalang seseorang untuk menyembah. Tetapi apabila hal tersebut belum dipahami oleh jemaat secara menyeluruh, maka seorang pemimpin gereja atau pemimpin ibadah harus berkompromi dan memikirkan bagaimana mengedukasi jemaatnya terlebih dahulu apa yang benar tentang ibadah.
  • Hampir semua orang mengernyitkan dahi ketika Aqua mulai memasarkan produk air minumnya di Indonesia. Ketika seluruh orang bisa membuat dan membawa air minumnya sendiri, bagaimana mungkin air minum dijual dan ada yang mau membelinya? Proses edukasi melalui promosi dan brand building mengatasi itu semua dan berhasil mengubah paradigma orang di seluruh Indonesia tentang “membeli air minum”. Sehingga Aqua dengan sukses mewujudkan visinya dan memimpin market sebagai pioneer, dan baru setelahnya banyak kompetitor mengikuti jejaknya.
Pemahaman akan sesuatu, perubahan konsep, dan segala sesuatu yang baru perlu untuk diedukasikan dan bahkan dipromosikan untuk bisa diterima suatu komunitas. Kalau hal tersebut dikomunikasikan di dalam jemaat maka conflict of interest bisa teratasi dengan baik. Sehingga sebenarnya penolakan akan warna dan gaya ibadah tertentu tidak menjadi sebuah halangan untuk sebuah gereja tumbuh berkembang dan berevolusi. Proses edukasi harus dilakukan sebagai pengembangan jangka panjang dan dalam jangka pendek dan menengah kompromi harus bisa dipahami sebagai bagian dalam proses edukasi.

Pemimpin ibadah atau music arranger juga sangat penting memperhatikan kompromi tersebut. Pemilihan lagu, gaya dan desain yang sudah direncanakan harus juga memperhatikan audiens yang akan dilayani dalam sebuah ibadah. Tetapi kembali lagi apabila segmentasi susah untuk dilakukan karena jemaat terlalu beragam dalam ibadah-ibadah yang diadakan, maka edukasi dan kompromi sangat penting untuk diimplementasikan.

Orang-orang generasi lanjut harus berkompromi dengan keinginan anak-anak mudanya menyanyikan lagu-lagu yang baru, dan anak-anak mudanya harus belajar berkompromi dengan mempelajari dan membawakan lagu-lagu himne kuno yang mungkin bisa mengingatkan orang tua-orang tuanya akan masa-masa awal mereka mengenal Tuhan pertama kali. Anak-anak muda harus belajar menikmati lagu-lagu dengan irama santai yang bisa dinikmati dan dinyanyikan bersama-sama generasi lanjut usia, dan sebaliknya orang-orang tua bisa memberi semangat anak-anak muda dengan bertepuk tangan dan tersenyum bahagia meskipun mungkin susah mengikuti sebuah lagu baru dengan irama bersemangat. Itulah yang namanya keluarga, itulah yang namanya gereja. Bukan sebuah utopia, karena semuanya dimungkinkan apabila ada edukasi dan kompromi yang dimulai dari pemimpin-pemimpin gereja yang bijaksana menyikapi perbedaan-perbedaan tersebut.

Sungguh suatu ironi ketika seorang pemimpin gereja dengan bangganya menunjukkan bagaimana sebuah lagu himne kuno mempunyai syair yang sungguh indah dan penuh makna, tetapi secara bersamaan sangat marah ketika lagu tersebut diaransemen ulang supaya lebih mudah dinikmati anak-anak muda. Jadi apa yang menjadikan himne itu indah? Syairnya atau warna musiknya? Kenapa kompromi tidak dipilih untuk membuahkan sesuatu yang baik dan indah? Kenapa kekakuan didahulukan menjadi yang utama seperti seolah-olah pengarang lagu aslinya akan bangkit dari kubur apabila lagunya digubah?

Konflik akan terjadi apabila dua pihak tidak saling memahami dan mau berkompromi satu dengan yang lain, dan perbedaan ‘selera’ antar generasi yang berbeda sering menjadi pemicunya. Seperti biasa pemimpin-pemimpin gereja tertentu akan membawa alibi bahwa jati diri sebuah gereja perlu dengan tegas (alias kaku) ditegakkan. Dan kembali lagi, penyandang dana adalah yang umumnya akan memenangkan perdebatan-perdebatan tersebut. Cerita lanjutannya kemudian anak-anak muda yang tidak didengarkan dan diberi ruang untuk berekspresi menjadi putus asa dan kemudian mulai meninggalkan gereja tersebut. Gereja sering lupa, bahwa anak-anak muda itulah juga yang nantinya akan menjadi penyandang-penyandang dana gereja di masa depan.

Ketika prosesi ibadah dipandang sebagai pemersatu keluarga, kompromi sangat penting untuk diperhatikan. Meskipun tidak sempurna bisa menyenangkan semua orang, kompromi adalah wujud kerendahanhati dan kasih antara satu anggota gereja dengan yang lainnya. Kasih itu sabar; kasih itu murah hati; ia tidak cemburu. Ia tidak memegahkan diri dan tidak sombong. Mempertahankan sesuatu yang abstrak seperti “jati diri” tetapi mengorbankan persekutuan jelas bukan wujud manifestasi kasih.
  • Filipi 2:1 -8
    Jadi karena dalam Kristus ada nasihat, ada penghiburan kasih, ada persekutuan Roh, ada kasih mesra dan belas kasihan, karena itu sempurnakanlah sukacitaku dengan ini: hendaklah kamu sehati sepikir, dalam satu kasih, satu jiwa, satu tujuan, dengan tidak mencari kepentingan sendiri atau puji-pujian yang sia-sia. Sebaliknya hendaklah dengan rendah hati yang seorang menganggap yang lain lebih utama dari pada dirinya sendiri; dan janganlah tiap-tiap orang hanya memperhatikan kepentingannya sendiri, tetapi kepentingan orang lain juga.
    Hendaklah kamu dalam hidupmu bersama, menaruh pikiran dan perasaan yang terdapat juga dalam Kristus Yesus, yang walaupun dalam rupa Allah, tidak menganggap kesetaraan dengan Allah itu sebagai milik yang harus dipertahankan, melainkan telah mengosongkan diri-Nya sendiri, dan mengambil rupa seorang hamba, dan menjadi sama dengan manusia. Dan dalam keadaan sebagai manusia, Ia telah merendahkan diri-Nya dan taat sampai mati, bahkan sampai mati di kayu salib.
Ibadah di perjanjian baru adalah perayaan akan penebusan Kristus, teladan yang tidak mementingkan diri sendiri bahkan rela mengorbankan status dan nyawa-Nya demi manusia yang sudah jatuh dalam dosa . Akan menjadi ironi kalau ibadah dilakukan dengan semangat penuh akan kepentingan diri sendiri dan memuaskan rasa ego masing-masing pribadi atau golongan tertentu. Semangat mendahulukan satu dengan yang lain itulah perayaan akan penebusan Kristus yang sudah memberikan teladan akan hal tersebut terlebih dahulu.

Kalau hal ini bisa dipahami bersama oleh seluruh jemaat gereja dan semua bisa bersikap dewasa secara bersama-sama; meskipun tidak salah, adalah lebih baik kalau ibadah tidak dikotak-kotakkan demi mengakomodasi genre tertentu. Sehingga persekutuan dan semangat kompromi antar generasi dengan mendahulukan satu dengan yang lain bisa dijalani juga di dalam ibadah.
Screen Shot 2022-07-28 at 13.18.38.png
Screen Shot 2022-07-28 at 13.18.38.png (75.6 KiB) Dilihat 225 kali
Orang bodoh adalah orang yang tidak pernah bisa belajar dari siapapun, termasuk dari orang pintar
Orang pintar adalah orang yang selalu bisa belajar dari siapapun, termasuk dari orang bodoh

~ Pujihasana Wijaya
GregoryEmpom
Post: 1777
Bergabung: 16 Mar 2024 15:38

Re: Ibadah #5: KASIH YANG BERKOMPROMI ATAU KEKERASAN HATI YANG PENUH KONFLIK

Post oleh GregoryEmpom »

BUTTON_POST_REPLY